Rabu, 04 April 2012

aspek hukum dalam ekonomi_2EB20_K5

www.gunadarma.ac.id

DEVI MELATI
21210878
2EB20

KRISIS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan memberi tekanan pada faktor-faktor yang telah menentukan isi sesungguhnya dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan faktor hukumnya saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat berpengaruh dalam mewujudkan supremasi hukum walaupun tidak itu saja. Orang mulai tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri masih belum dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi masyarakat. Pengadilan sebagai institusi pencari keadilan sampai saat ini belum dapat memberikan rasa puas bagi masyaralat bawah. Buktinya para koruptor milyaran bahkan triliunan rupiah masih berkeliaran dialam bebas, bolak-balik keluar negeri, hiburan kemana saja bisa dilakukan. Padahal mereka jelas-jelas korup uang negara. Bahkan ada yang sudah di putus dengan hukuman penjara pun masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya. Sedangkan kalau kita lihat ke bawah pencuri, jambret, perampok kecil-kecilan yang terpaksa mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan dikepolisian. Dan memang ini adalah merupakan kejahatan dan melanggar hukum, tetapi kalau dibandingkan dengan para koruptor (penjahat kera putih) yang hanya dapat dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan supremasi hukum. Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom, menjadi tugas yang disampingkannya. Polisi ditingkat sektor terutama, dengan uang tebusan dari keluarga seorang penjahat atau yang sudah mempunyai status tersangka bisa keluar dan tidak diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, padahal sebenarnya sudah sangat jalas didalam KUHAP, yang nota bene hukum produk manusia ini menekankan bahwa perkara pidana adalah perkara yang tidak mengenal Winwin solution , seperti dalam perkara perdata. Dalam contoh di atas membuktikan ketidak profesional atau polisi yang hanya mencari duit lewat pemerasan saja. Bukti tersebut banyak sekali penulis dapat memberikan fakta. Kasus serupa tidak hanya dilakukan oleh pihak kepolisian saja tetapi di tingkat pengadilan pun ada, seperti dalam kasus asuransi jiwa manulaif, ketidak profesionalan polisi dan hakim ini disebabkan karena moral dan pendidikannya yang tidak baik. Kesalahan moral tidak seperti kesalahan seperti salah tendang dalam permainan sepak bola atau salah tamplek dalam bulu tangkis tetapi kesalahan moral adalah kesalahan dari hati yang paling dalam/luhur dan di pertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memanglah sulit untuk mencari orang yang mempunyai moral yang baik sekarang ini, mungkin disebabkan kerena keadaan ekonominya. tetapi penulis mempunyai gagasan bahwa moral akan terbentuk dengan berdasarkan Agama sebagi keyakinan bukan Ilmu, jadi berprilaku secara agama dan berfikir secara ilmu, dari segi pendidikan para aparat penegak hukum sekarang ini juga belum menunjukkan kepintarannya, penulis mempunyai gagasan bahwa untuk memperbaiki aparat penegak hukum di Indonesia khususnya hakin dan jaksa, perlulah bangsa ini mempunyai lembaga/ konstitusi yang jelas berdasarkan aturan yang jelas pula. Kekecewaan atau ketidak puasan pencari keadilan dapat kita lihat dalam setiap kasus yang masuk dan diproses didalam pengadilan (kasus Perdata) atau banyaknya para pihak yang berperkara di pengadilan yang setelah diputus oleh hakim pengadilan tingkat pertama, melakukan upaya hukum, (banding, kasasi, peninjauan kembali) ini membuktikan bahwa setiap keputusan di pengadilan belum dapat memberikan rasa adil dan puas. Dan walaupun memang setiap orang berhak untuk melakukan upaya hukum sesuai peraturan yang berlaku.