Sabtu, 09 November 2013

PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI

DEVI MELATI
21210878

TUGAS KE 13

Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. 
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility. 
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS. 
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN). 
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo. karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian.

SUMBER : 


ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI

DEVI MELATI
21210878

TUGAS KE 12



A. BENTURAN KEPENTINGAN


Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Benturan kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur, atau seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan, mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite pemeriksa.
Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan / organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi 4.penyimpangan kegiatan pemeliharaan.


B. ETIKA DALAM TEMPAT KERJA

Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.
2. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3. Etika dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.


C. AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL - MASALAH BUDAYA

Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.


D. AKUNTABILITAS SOSIAL
Akuntabilitas sosial sering kali diartikan menjadi sebuah pendekatan yang menempatkan kontrak sosial sebagai sebuah instrumen dasar dalam mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan. 

Guna mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial, secara umum, terdapat sejumlah faktor yang sering dijadikan sebagai prasyarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas sosial. Faktor-faktor tersebut, antara lain:
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan sebuah akuntabilitas sosial dalam praktek pemerintahan, banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang mampu menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut. Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan negara dan masyarakat, di tingkatan operasional, dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan-kesempatan baru serta program-program baru bagi interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain itu, keberadaan mekanisme ini juga bisa digunakan untuk memperbaiki, memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor yang telah ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun sebaliknya, justru untuk meniadakan informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara dan aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial. Dalam aras praksis, faktor ini acap kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang berdaya.
3. Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi demikian penting, sebab, hambatan terbesar bagi perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para politisi dan birokrat untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan, sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor baik yang berasal dari negara maupun masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan
Maksudnya adalah proses perwujudan akuntabilitas sosial juga menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang memadai. Pada ranah politik, sebuah proses akuntabilitas sosial tidak mungkin berhasil, manakala tidak didukung oleh keberadaan rejim yang demokratis, adanya sistem multi partai serta pengakuan legal-formal dari hak-hak sipil dan politik dari warga negara. Demikian juga di ranah ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua ranah tersebut.


E. MANAJEMEN KRISIS
Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik . Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah : Sebab umum : – gangguan kesejahtraan dan rasa aman – tanggung jawab sosial diabaikan Sebab khusus : – kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah – penurunan profit yang tajam – penyelewengan – perubahan permintaan pasar – kegagalan/penarikan produk – regulasi dan deregulasi – kecelakaan atau bencana alam.

SUMBER :
http://rizal.blog.undip.ac.id/files/2009/07/dipakai_siskom_etika-profesi.pdf
http://www.jakartaconsulting.com/art-11-02.htm
http://disfianoni.blogspot.com/2011/01/etika-dalam-tempat-kerja.html

OPINI : dapat saya simpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaraan kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MANAJEMEN

DEVI MELATI
21210878

TUGAS KE 11

A.Tanggung jawab akuntan Keuangan dan Akuntan Menejemen
Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak.
Seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:
a.      Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
b.      Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakterisitk kualitatif laporan keuangan (IAI, 2004) yaitu dapat dipahami, relevan, materialitas, keandalan (penyajian yang jujur, substansi mengungguli bentuk, netralitas, pertimbangan sehat, kelengkapan), dapat diperbandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal (tepat waktu, keseimbangan antara biaya dan manfaat, keseimbangan di antara karakterisitk kualitatif), serta penyajian yang wajar.

Akuntansi Manajemen menurut IAI adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pengakumulasian, penganalisisan, penyediaan, penginterpretasian, dan pengkomunikasian informasi keuangan yang dilakukan oleh personel organisasi dan digunakan untuk menyusun rencana strategic dan operasional, mengimplementasikan dan memantau pelaksanaannya, serta untuk meyakinkan pemanfaatan dan akuntabilitas sumber daya organisasi sebagaimana mestinya.
Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen lebih luas dibandingkan tanggung jawab seorang akuntan keuangan, yaitu:
1.      Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
2.      Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
3.      Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.
4.      Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
5.      Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.

B. Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management Accountant
1. Competence, artinya dia harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
2. Confidentiality, mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
3. Integrity, mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika. Mereka juga harus menolak pemberian dan hadiah yang dapat mempengaruhi tindakan mereka. Mereka juga tidak boleh menjatuhkan legitimasi perusahaan, tetapi harus mengakui keterbatasan profesionalisme mereka, mengkomunikasikan informasi yang menguntungkan atau merugikan, dan menjauhi diri dari prilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mereka.
4. Objectifity, mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang ditampilkan.

C. Whistle Blowing
Whistle Blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun atasannya kepada pihak lain.Whistle blowing terjadi ketika seorang pegawai memberitahukan kepada umum, siapa yang telah melanggar hukum di dalam perusahaannya.


D. Creative Accounting

Creative Accounting yaitu akar dari sejumlah skandal akuntansi, dan banyak usulan untuk reformasi akuntansi - biasanya berpusat pada analisis diperbarui modal dan faktor produksi yang benar akan mencerminkan bagaimana nilai tambah. Akuntansi kreatif dan manajemen laba merupakan eufemisme mengacu pada praktik akuntansi yang mungkin mengikuti surat aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas menyimpang dari semangat peraturan tersebut.


E. Fraud Accounting
Pelaporan keuangan yang curang yaitu salah saji atau pengabaian jumalh atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan.
Caranya yaitu dengan cara :
1. Pengabaian jumlah namun ini kurang lazim dilakukan,
2. Melebih sajikan laba yaitu dengan mengabaikan untung usaha dan kewajiban,
3. Merendah sajikan laba untuk mengurangi pajak penghasilan, membentuk cadangan laba untuk memperbesar laba diperiode mendatang, bisa berbentuk perataan laba atau pengaturan laba. 



F. Fraud Auditing
Fraud Auditing (Auditing atas Kecurangan) yang dapat didefinisikan sebagai Audit Khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau kecurangan atas transaksi keuangan. Fraud Auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu kecurangan yang diduga terjadi dalam pengelolaan aset/aktiva.

SUMBER :
http://dewimayasari39.blogspot.com/2013/01/creative-accounting_11.html
http://anhyfreedom.blogspot.com/2013/01/audit-kecurangan-fraud-auditing.html

OPINI : tanggung jawab akuntan keuangan dan akuntan manajemen memiliki tanggung jawab yang sama yaitu sama-sama menyusun dan melaporkan kinerja suatu perusahaan. whistle blowing, creative accounting, fraud accounting dan fraou auditing merupakan jenis kecurangan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.